Kamis, 12 November 2015

Ada Inggris di Balik (Sepakbola) Nigeria


AGENBOLA- Akhir pekan lalu, Nigeria menjuarai Piala Dunia U-17 setelah mengalahkan negara Afrika lainnya, Mali, dengan skor 2-0. Gelar juara ini pun memastikan Golden Eaglets, julukan kesebelasan muda Nigeria, sebagai negara paling sukses di Piala Dunia U-17. Nigeria telah menjadi juara sebanyak lima kali yang merupakan yang terbanyak sepanjang sejarah turnamen yang pertama kali dihelat pada 1985 ini.

Dalam kejuaraan yang dihelat dua tahun sekali ini, Nigeria telah berpartisipasi sebanyak 11 kali. Hebatnya, delapan di antaranya berhasil mencapai babak final. Bisa dibilang, kekuatan Nigeria pada usia muda, khususnya Piala Dunia U-17, konsisten dari masa ke masa.

Menilik sejarah sepakbola di negara yang beribukota di Abuja ini, tidak mengherankan jika banyak talen ta muda berbakat. Ada campur tangan Inggris—yang pernah menjajah Nigeria—dalam perkembangan sepakbola di negara berpenduduk lebih dari 180 juta jiwa ini.

Pengaruh Inggris Terhadap Sepakbola Nigeria

Nigeria disebut-sebut sebagai salah satu negara tersukses di Afrika Barat bersama Ghana. Di FIFA, Nigeria pernah menghuni peringkat kelima pada 1994 di mana hal ini menjadi prestasi terbaik bagi negara-negara Afrika.

Sepakbola di Nigeria memang telah menjadi budaya tersendiri. Penjajahan yang dilakukan Inggris, yang disebut-sebut sebagai pencetus sepakbola, sejak 1800-an membuat Nigeria bisa mengenal sepakbola lebih dini dibanding negara lain.

Menurut Charles Parrish dan John Nauright pada bukunya yang berjudul ‘Soccer around the World: A Cultural Guide to the World’s Favorite Sport’, Nigeria sudah mengenal sepakbola sejak akhir 1800-an namun mulai beredar cepat pada 1900-an. Pada 1904, pelaut-pelaut dari Britania memperkenalkan sepakbola pada masyarakat luas Nigeria.

Atas sejarah ini sepakbola menjadi olahraga paling populer di Nigeria. Bahkan, menurut kolumnis di situs Ventures Africa, Hadassah Egbedi, sepakbola telah menjadi Lingua Franca atau bahasa pengantar di Nigeria. Lewat sepakbola, masyarakat Nigeria yang memiliki lebih dari 500 bahasa daerah bisa lebih bersosialisasi satu sama lain.

Talenta-talenta berbakat pun tak pelak semakin bermunculan. Bakat-bakat alami para pemain Nigeria ini kemudian diasah oleh akademi-akademi kelas dunia yang saat ini mulai bertebaran di berbagai kota Nigeria. Di Lagos, kota terbesat di Nigeria, terdapat enam akademi dengan fasilitas kelas atas.

Akademi kelas atas yang pertama kali berdiri di Nigeria adalah Pepsi Football Academy (PFA) yang sudah berdiri sejak 1992. Meski perusahaan minuman ini berasal dari Amerika Serikat, kerja sama dengan Inggris tak bisa dibantahkan.

PFA yang tersebar di 13 kota Nigeria ini setiap tahunnya mengirimkan 20 pemain paling berbakat ke Inggris untuk mendapatkan kesempatan menimba ilmu baik di bidang sepakbola maupun akademik. Kesempatan ini seolah membuka jalan bagi talenta-talenta terbaik Nigeria untuk memiliki karier di Eropa khususnya Inggris. PFA sendiri merupakan akademi yang menelurkan John Obi Mikel, gelandang timnas Nigeria yang saat ini bermain untuk raksasa Inggris, Chelsea.



Selain PFA, ada pula Papilo Football Academy. Akademi ini didirikan oleh mantan penyerang timnas Nigeria, Nwankwo Kanu. Bahkan berkat relasi yang kuat dari Kanu, akademi ini seringkali mendapatkan pelatihan khusus dari pelatih legenda asal Inggris, Bryan Robson.

Kedua akademi di atas adalah sebagian kecil akademi kelas atas yang ada di Nigeria. Masih ada nama-nama seperti Kwara State Football Academy, Midas Soccer Academy, Abuja Football College, African Touch Football Academy, atau City of David Football Academy (CODA) yang memiliki partnership dengan salah satu kesebelasan Inggris, Bolton Wanderers. Bahkan hampir setiap tahun CODA selalu mengirim maksimal tujuh pemain Nigeria untuk menjalani trial di Inggris.

Jadi sebenarnya, talenta-talenta berbakat Nigeria lahir bukan dari akademi kesebelasan-kesebelasan yang tengah berkompetisi di Liga Nigeria. Akademi-akademi di atas merupakan akademi-akademi yang memang diperuntukkan untuk mengembangkan bakat para pemuda di Nigeria.

Banyaknya akademi seperti ini di Nigeria untuk merangkul para pemuda yang berasal dari keluarga tak mampu. Karenanya di akademi sepakbola Nigeria tak hanya sepakbola saja yang diajarkan, pengajaran akademiknya pun bahkan mengadopsi kurikulum dari Inggris.

Maka bisa dibilang, kondisi ekonomi tak akan terlalu menjadi penghalang bagi para pemuda berbakat Nigeria karena tersedianya banyak akademi yang memberikan kesempatan untuk menimba ilmu. Hal ini juga bisa dijadikan sebagai penyaring bagi talenta-talenta berbakat yang ada di Nigeria, di mana ini berbanding lurus dengan prestasi timnas Nigeria di kategori usia muda.

Tak Berkembang di Usia Dewasa

Meski Nigeria kerap menelurkan talenta-talenta berbakat, pada kenyataannya tak terlalu banyak pemain Nigeria yang kemudian menjadi bintang sepakbola dunia. Selain John Obi Mikel, mungkin nama-nama yang lebih familiar justru lahir pada masa lalu seperti Celestine Babayaro, Sunday Oliseh, Tijani Babangida, Jay-Jay Okocha, Nwankwo Kanu, atau Viktor Ikpeba.

Para pemain Nigeria memang cenderung tak berkembang pada usia dewasa. Hal ini disinyalir terjadi karena para pemain Nigeria kurang motivasi dan cepat puas diri. Apalagi ketika mendapatkan gaji besar dari sebuah kesebelasan mengingat latar belakang sang pemain yang kebanyakan berasal dari keluarga tak mampu.

Misalnya saja yang terjadi pada pencetak gol terbanyak Piala Dunia U-17 tahun 2007, Macauley Chrisantus. Chrisantus yang hingga kini tak terdengar namanya lagi, memutuskan hijrah ke HSV usai Piala Dunia U-17, karena tawaran kesebelasan asal Jerman tersebut lebih tinggi dari kesebelasan asal Italia, Udinese.

Udinese sendiri saat ini dikenal sebagai salah satu kesebelasan yang bisa mengorbitkan pemain muda berbakat. Alexis Sanchez yang kini menjadi andalan Arsenal dan Kwadwo Asamoah yang sempat menjadi andalan Juventus merupakan contoh pemain yang besar bersama Udinese.

Namun tawaran Udinese pada Macauley yang hanya sebesar 750 ribu euro per tahun ditolak mentah-mentah. Macauley memilih HSV karena nilai kontrak yang ditawarkan HSV mencapai dua kali lipat dari yang ditawarkan Udinese.



Berbeda misalnya dengan karier Nwankwo Kanu. Kanu usai Piala Dunia U-17 pada 1993 memilih bergabung dengan Ajax Amsterdam, kesebelasan yang akademinya merupakan salah satu yang terbaik di dunia. Hasilnya ia menjadi legenda Nigeria dan cukup lama berkiprah di Liga Primer Inggris.
Salah satu kelemahan lain dari talenta Nigeria adalah kurangnya pemahaman akan taktik. Menurut Charles Parrish dan John Nauright pada bukunya, sejak usia dini, para pemain Nigeria diajarkan bagaimana menggunakan kemampuan fisiknya.

Alhasil para pemain Nigeria identik dengan pelari cepat dan unggul dalam duel fisik. Mereka sejak muda hanya diajarkan bagaimana mencetak gol dengan kemampuan fisik mereka itu. Karenanya meski kerap dikritik pelatih lawan karena fisik mereka mendukung permainan keras menjurus kasar, namun Nigeria mampu menciptakan banyak gol. Karenanya pada dua edisi Piala Dunia U-17 terakhir, Nigeria selalu menjadi kesebelasan yang mencetak gol terbanyak, lebih dari 20 gol dari tujuh pertandingan saja.

Persoalan pemahaman taktik sendiri pernah diungkapkan langsung oleh pelatih Nigeria U-20 saat ini, Manu Garba. Hal tersebut bahkan diamini sendiri oleh salah satu pemainnya, Kelechi Iheanacho, penyerang berusia 18 tahun yang saat ini membela Manchester City.

"Menurut saya sepakbola adalah olahraga tentang kekuatan," ujar Iheanacho ketika diwawancarai situs resmi FIFA. "Tapi karenanya kami memiliki masalah soal taktikal."

Apa yang dikatakan Iheanacho seolah menegaskan bahwa para pemain Nigeria, bahkan sebenarnya pemain-pemain dari negara Afrika, memang memiliki kelemahan dari aspek non-teknis. Kekuatan dan kemampuannya menunjang permainan sepakbola dalam level tertinggi. Hanya saja hal itu tak dilengkapi dengan pehaman taktik yang mumpuni.

Sedangkan taktik sepakbola semakin modern mengikuti perkembangan zaman. Jika para pemain Nigeria cepat berpuas diri dan tak mau belajar banyak mengenai pemahaman taktik, maka jangan heran jika prestasi mereka sebatas merajai turnamen usia muda saja tanpa berkelanjutan hingga timnas senior. 


0 komentar :

Posting Komentar