Senin, 23 Mei 2016

Palace Gagal Juara Piala FA Karena Terlalu Bertumpu Pada Zaha

Palace Gagal Juara Piala FA Karena Terlalu Bertumpu Pada Zaha

RAJA VIP  -  Manchester United berhasil meraih trofi pertamanya sejak menjuarai liga pada musim 2012/2013 serta Community Shield pada awal musim 2013/2014. Trofi Piala FA berhasil direngkuh setelah mengandaskan Crystal Palace 2-1 dalam partai final Piala FA yang dihelat di Stadion Wembley, Sabtu (21/5) petang.

MU sempat tertinggal terlebih dahulu lewat gol Palace yang dicetak Jason Puncheon pada menit ke-78 setelah menerima umpan silang Joel Ward. Selang tiga menit kemudian, MU membalas lewat sepakan Juan Mata yang menerima umpan dada Marouane Fellaini.

Pertandingan pun dilanjutkan ke babak tambahan waktu. MU sempat tertekan karena pada menit ke-105, Chris Smalling menerima kartu kuning kedua yang membuatnya diusir wasit. Namun, MU justru menambah skor sekaligus mengunci kemenangan lewat gol Jesse Lingard pada menit ke-110.

Gelar ini membuat MU menyamai gelar Piala FA yang dimiliki Arsenal, dengan 12 gelar. Manajer MU, Louis van Gaal, mengungkapkan rasa bangganya karena ia adalah manajer pertama MU setelah era Sir Alex Ferguson yang mampu memenangi trofi.

"Meskipun hanya bermain dengan 10 pemain, kami memperlihatkan semangat yang telah kami tunjukkan dalam perjalanan menuju final. Kami bertarung sampai akhir," ungkap Van Gaal.

Sementara itu, Pardew bangga dengan permainan anak asuhnya. "Semua pemain bermain dengan baik dan kami tengah mencoba untuk menganggap kekalahan ini dengan kehormatan. Kami harap Man United bisa berjuang di Europa League. Kami akan pulang dan menyembuhkan luka kami," ungkap Pardew.
Menumbalkan pertandingan menghadapi Southampton pada pekan terakhir liga, nyatanya berarti banyak buat Crystal Palace. Meski kalah 1-4, tapi pemain tim utama asuhan Alan Pardew punya stamina yang prima untuk bermain agresif sepanjang pertandingan.

Pardew menunaikan janjinya dengan memasang para pemain terbaik. Pardew bahkan menurunkan kapten tim, Mile Jedinak, yang sebelumnya dikabarkan masih dalam masa penyembuhan.

Bermainnya Jedinak membuat posisi James McArthur digeser lebih ofensif dengan berdiri di depan Jedinak dan Yohan Cabaye. McArthur menopang pergerakan Connor Wickham yang diplot sebagai penyerang tunggal.

Di kubu MU, tidak ada perubahan berarti dalam susunan pemain. Lini tengah tetap dihuni Wayne Rooney, Michael Carrick, serta Marouane Fellaini. Di lini serang, pergerakan Marcus Rashford ditopang Anthony Martial serta Juan Mata di kedua sisi.

Menekan Sejak Awal

Sebelum laga, sudah diprediksi bahwa penguasaan bola akan lebih dominan di kubu MU. Hal ini terlihat dari kecenderungan MU yang punya rataan 56% penguasaan bola sepanjang musim ini di liga. Bola pun biasanya berputar-putar di area tengah, sebelum dikirimkan ke kedua sisi.

Hal ini membuat Palace "mengikuti" kemauan MU dengan bermain lebih menunggu dan sesekali melakukan balasan lewat serangan balik. Namun, Palace melakukan pendekatan yang berbeda.

Ketimbang mengisolir area tengah dengan menumpuk pemain, Palace memilih untuk langsung menekan hingga area pertahanan MU. Apa yang dilakukan Palace terbilang efektif untuk membuat MU berbuat kesalahan dan memanfaatannya menjadi peluang. The Red Devils pun kesulitan untuk menembus pertahanan Palace. Bahkan, pada awal-awal babak pertama, bola hampir terputus sebelum melewati poros ganda Palace.

McArthur, Wickham, Yannick Bolasie, serta Wilfried Zaha, mengemban tugas untuk melakukan pressing. Ditekan seperti ini, membuat MU terburu-buru dalam melepaskan umpan, yang membuat bangunan serangan menjadi tidak efektif.
Pada babak pertama, MU melepaskan 10 attempts, tapi hanya satu yang mencapai sasaran, sementara enam lainnya berhasil diblok. Dari jumlah di atas terlihat kalau Palace berhasil membuat MU bermain tak efektif. Terlebih The Red Devils mencatatkan penguasaan bola sampai 66,8%.

Palace Tak Maksimalkan Peluang

Menyerang lewat serangan balik mengharuskan setiap serangan berbuah menjadi peluang. Pasalnya, mereka tidak setiap saat mampu melakukan serangan sehingga jumlah peluang yang didapatkanpun tak akan sebanyak seperti kesebelasan yang lebih bayak memegang bola.

Palace memang bermain begitu bagus kala menekan. Mereka mampu membuat MU kesulitan mengembangkan permainan. Namun, kala menyerang, Palace seperti kehabisan tenaga dan oksigen tidak sampai ke kepala mereka, yang membuat mereka terlihat seperti kebingungan. Sejumlah serangan pun justru kandas dan gagal menjadi peluang.

Sepanjang 45 menit babak pertama, Palace cuma melepaskan tiga attempts yang dua di antaranya mencapai sasaran. Hal ini tak lain karena Palace kerap kehilangan bola dengan 11 kali.
MU mulai mampu menembus area sepertiga akhir penyerangan mereka. Namun, Anthony Martial dan kolega, hampir tak mampu menembus area kotak penalti Palace. Ini yang membuat MU mulai mengirimkan umpan-umpan silang untuk ditanduk Marcus Rashford maupun Fellaini. Pada babak pertama MU melepaskan 14 umpan silang, sementara pada babak kedua 11 umpan silang.

Palace menyerang lewat sisi kanan melalui Zaha. Arah serangan ini kian kentara saat memasuki perpanjangan waktu. Namun, terlalu bertumpunya pada Zaha, membuat sang pemain kehabisan tenaga dan gagal mengirimkan umpan-umpan terbaik bagi lini serang Palace.

Kuatnya pertahanan Palace ditambah dengan rapatnya jarak antara lini belakang dengan poros ganda, yang membuat MU mesti bermain melebar untuk menghindari terjangan Jedinak dan Cabaye. Kedua pemain mencatatkan total tujuh tekel, lima intercept, dan lima clearence sepanjang 90 menit permainan.

Di sisi lain, Palace pun mulai bermain lepas pada babak kedua. Dengan MU yang bermain menyerang, Palace menjadi punya kelebihan karena lini pertahanan MU tidak rapat.Pada babak kedua, gol yang dicetak Palace berawal dari proses tendangan penjuru. Proses gol Palace sejatinya bukan berasal dari skema yang mengancam. Pasalnya, para pemain MU begitu berjubel di dalam kotak penalti, sementara umpan Joel Ward terlihat asal tak terarah.

Di situlah, penempatan posisi yang baik dari Puncheon membuatnya tidak terjebak offside. Bergerak tak terkawal, membuat Puncheon lebih memilih memaksimalkan peluang dengan melepaskan tembakan meski dari sudut sempit. Bola yang kelewat keras pun tak bisa ditahan oleh David De Gea. Sial buat Palace, karena setelah gol tersebut, final ulangan pada 1990 seolah kembali teringat dalam bayangan.

Hilang Konsentrasi

Gol yang dicetak Puncheon serempak membuat hampir semua pemain kehilangan konsentrasi. Jarak antarlini menjadi begitu jauh. Perubahan posisi McArthur yang berduet dengan Jedinak di poros ganda belum begitu padu. Rooney pun memanfaatkan hal ini dengan menembus area tersebut untuk menusuk ke dalam kotak penalti.

Fokus para pemain Palace seolah menghilang. Baik Bolasie maupun Zaha tak lagi disiplin menjaga pertahanan atau melakukan pressing. Sejak itulah MU mulai keluar dari tekanan.

Dalam beberapa kesempatan terlihat bagaimana duet Damien Delaney serta Scott Dann mesti melakukan clearence karena serangan MU yang begitu membahayakan, dan langsung berhadapan dengan mereka.

Tiga menit setelah gol Puncheon, Mata mencetak gol. Prosesnya berasal dari Rooney yang melakukan akselerasi dari lapangan tengah hingga ke kotak penalti. Saat masuk kotak penalti, para pemain Palace tak memerhatikan pergerakan pemain MU. Ini terlihat dari bagaimana Fellaini dan Mata hanya dikawal oleh satu orang. Dari proses gol pertama MU pula terlihat kalau sebenarnya Palace berusaha tiga kali melakukan tekel, tapi semuanya gagal, dan berhasil dilewati oleh Rooney.

Bola umpan silang Rooney mengarah tepat pada Fellaini, tapi pemain berkebangsaan Belgia tersebut tak mampu mengontrolnya dengan baik. Bola yang memantul ke dada kemudian bergulir ke hadapan Mata yang langsung melepaskan tembakan keras.

Dari proses gol ini, terlihat kalau Palace punya kelemahan karena kerap melupakan penjagaan. Gol kedua pun serupa di mana terjadi perebutan di dalam kotak penalti. Bola liar bergulir ke hadapan Jesse Lingard di depan kotak penalti. Lingard pun melepaskan tembakan keras ke pojok kanan gawang Palace yang dikawal Wayne Hennessey.

Kesimpulan

Palace sejatinya tidak bermain buruk. The Eagles malah menampilkan penampilan impresif pada awal-awal pertandingan dengan menekan pertahanan MU dan membuat mereka tak bisa mengembangkan permainan.

Hal buruk justru terjadi usai mereka mencetak gol. Hilangnya konsentrasi membuat final kedua setelah 1990 kembali hadir dengan kegagalan.
Di sisi lain, Manchester United menunjukkan pengalaman mereka sebagai kesebelasan besar. Kebobolan tidak membuat serangan mereka mengendur.

Hadirnya pemain berpengalaman seperti Rooney, mengilhami MU untuk terus berjuang meraih kemenangan. Usai kebobolan, Rooney yang tampak kesal, justru melampiaskannya dengan akselerasi yang berbuah key pass untuk gol pertama MU.

MU pun mesti bermain dengan 10 pemain pada babak perpanjangan waktu. Palace memang langsung mengambil keuntungan dengan melakukan serangan. Namun, serangan mereka justru tak membahayakan.

Kekalahan ini bisa menjadi pelajaran buat Pardew bahwa timnya tak bisa menekan secara agresif sepanjang pertandingan. Apalagi partai final berlanjut hingga babak tambahan waktu jika ditemui hasil seri. Gol Puncheon memang memberikan harapan sekaligus kegagalan karena seketika itu pula konsentrasi kesebelasan kebanggaan London Selatan ini pupus.


Promo Bonus 100% Deposit New Member Sporstbook
Promo Full Rollingan 0.7% CASINO
Promo Cashback 5 - 10 % Sporstbook
Mari bergabung bersama kami di rajavip.com
Untuk Informasi Selanjutnya silahkan menghubungi CS 24 jam kami
Yahoo Messenger : cs.rajavip@yahoo.com
Blackberry Messenger : 25A9E0D4
Livechat : Tersedia di website kami di www.rajavip.com
Via Hp : wap.rajavip.com

0 komentar :

Posting Komentar